Penyebab Kemiskinan Ekstrem
Penyebab kemiskinan ekstrem melibatkan berbagai faktor. Salah satunya adalah rendahnya pendidikan, di mana banyak kepala rumah tangga tidak memiliki pendidikan formal yang memadai. Selain itu, akses terhadap layanan dasar seperti sanitasi dan air bersih masih kurang, serta banyak rumah tangga tidak memiliki jaminan sosial.
Keterbatasan lapangan kerja dan pendapatan yang rendah juga berkontribusi, sementara ketidaksetaraan gender dan keberadaan penyandang disabilitas dalam rumah tangga memperburuk situasi kemiskinan. Upaya untuk mengatasi masalah ini harus menyasar berbagai aspek secara terintegrasi.
Sejumlah langkah dan strategi berikut telah dan sedang dilaksanakan pemerintah, yakni:
Pendidikan Berkualitas
Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi untuk meningkatkan keterampilan masyarakat.
Pelatihan Keterampilan
Menyediakan program pelatihan kerja yang relevan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan.
Memastikan akses ke layanan kesehatan yang baik untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas.
Program Jaminan Sosial
Meningkatkan program perlindungan sosial untuk mendukung masyarakat rentan.
Pengembangan Ekonomi Lokal
Mendukung usaha kecil dan menengah (UKM) untuk meningkatkan perekonomian lokal.
Membangun infrastruktur seperti sanitasi dan akses air bersih untuk meningkatkan kualitas hidup. Penulis: Dwitri Waluyo Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf
Kemiskinan, kemelaratan, kefakiran[1], kepapaan[2], kekedanaan, kerudinan[3], kegembelan[4], kebansatan[5], atau prasejahtera adalah keadaan saat ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan, dan lain-lain.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
Sementara Bank Dunia dan Persatuan Bangsa-Bangsa mendefinisikan : Kemiskinan atau Miskin absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah US$2/hari (Rp30.338). dan Kemiskinan atau Miskin menengah untuk pendapatan dibawah US$3,2 per hari (Rp48.541).
Perhitungan kemiskinan di Indonesia ditetapkan berdasarkan garis kemiskinan Pemerintah Pusat. BPS menetapkan pendapatan garis kemiskinan sebesar Rp535.547/orang/bulan atau Rp17.851/hari.
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan di bawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan di bawah Dolar Amerika Serikat (USD) $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan di bawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari."[6] Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[6] Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup di bawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi, nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
Kemiskinan tidak bisa dipahami dengan menggunakan satu dimensi atau satu indikator saja. Kemiskinan sangat kompleks, sehingga diperlukan indikator atau ukuran yang multidimensi. Indikator yang banyak digunakan adalah indikator global dengan menggunakan pendekatan moneter seperti garis kemiskinan yang digunakan oleh World Bank dengan batas USD 1.25 Purchasing Power Parity (PPP) atau melalui pendekatan konsumsi dasar (basic need) yang digunakan pula di Indonesia.[7] Sementara itu, pendekatan tersebut hanya melihat indikator pendapatan atau konsumsi yang dilakukan masyarakat dan menurut Sen (2000) dianggap belum menangkap akar permasalahan kemiskinan yang sebenarnya.[8]
Untuk melihat persoalan kemiskinan secara holistik, dikembangkan IKM (Indeks Kemsikinan Multidimensi). Konsep tersebut pertama kali dikembangkan oleh Oxford Poverty and Human Initiative (OPHI) berkolaborasi dengan Nation Development Programme (UNDP) pada tahun 2010. Tujuan utama dari dikembangkannya konsep tersebut adalah untuk memetakan indikator-indikator kemiskinan secara lebih komprehensif dan jelas. Hasilnya, ketika diadposi di Indonesia, ada tiga indikator yang digunakan untuk memahami persoalan kemiskinan, yaitu kesehatan, pendidikan, dan standar kualitas hidup.[9] Indikator-indikator tersebut menunjukan bahwa pedekatan moneter dan konsumsi saja tidak cukup untuk memberikan gambaran yang jelas tentang kemiskinan, diperlukan indikator-indikator lain seperti kesehatan, pendidikan, dan standar kualitas hidup.
Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individual seseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal.
Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."
Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari PPP$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari PPP$2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001. [1]
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
sumber: Humas Kemenkeu
Di tengah stagnasi ekonomi global, berbagai kebijakan strategis pemerintah berhasil menopang resiliensi ekonomi nasional. Per Maret 2024, tingkat kemiskinan melanjutkan tren menurun menjadi 9,03 persen dari 9,36 persen pada Maret 2023.
“Penduduk miskin pada Maret 2024 turun 0,68 juta orang dari Maret 2023 sehingga jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 25,22 juta orang. Angka kemiskinan ini merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir,” ujar Kepala Badan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu, dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jumat (05/07/2024).
Secara spasial, tingkat kemiskinan juga terlihat menurun baik di perkotaan maupun di perdesaan. Tingkat kemiskinan di perkotaan turun ke level 7,09 persen dari 7,29 persen pada Maret 2023. Sementara itu, persentase penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan menjadi sebesar 11,79 persen dari 12,22 persen pada Maret 2023. Penurunan kemiskinan juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dengan penurunan tertinggi terjadi di Bali dan Nusa Tenggara.
“Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (rasio gini) juga menurun dan berada di bawah level prapandemi menjadi sebesar 0,379 pada Maret 2024 (Maret 2023: 0,388). Level tersebut merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir. Penurunan ketimpangan terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan,” ujarnya.
Penurunan angka kemiskinan pada Maret 2024 ditopang oleh solidnya aktivitas ekonomi domestik dan berbagai program bantuan sosial pemerintah, khususnya dalam merespons kenaikan inflasi pangan pada awal 2024.
“Penurunan tingkat kemiskinan ini memberikan harapan di tengah stagnasi perekonomian global. Pemerintah akan terus berkomitmen menjaga stabilitas inflasi sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat, yang selanjutnya dapat mengakselerasi penurunan tingkat kemiskinan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat.” tandas Febrio. (HUMAS KEMENKEU/UN)
Indoonesiabaik.id - "Kabar gembira bagi kita semua." Kata-kata itu rasanya pas untuk menggambarkan kabar baik yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini. Tren penurunan kemiskinan Indonesia patut diapresiasi.
Jumlah Penduduk Miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang, menurun 0,46 juta orang . Jika dibandingkan dengan Maret 2022, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 0,26 juta orang.
Artikel Penuntun - KEKAYAAN DAN KEMISKINAN
Ayat: "Lalu Yesus memandang dia dan berkata, 'Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.'"
Salah satu pernyataan Tuhan yang paling mengejutkan ialah bahwa sebenarnya hampir tak mungkin bagi seorang kaya untuk masuk Kerajaan Allah. Namun ini hanya satu dari banyak pernyataan Tuhan mengenai kekayaan dan kemiskinan, serta memberikan pandangan yang diulang oleh rasul-rasul dalam beberapa surat kiriman PB.
(lihat cat. --> Ams 10:15).
[atau --> Ams 10:15]
lih. art.SIFAT PENYEMBAHAN BERHALA).
(lih. art.PERSEPULUHAN DAN PERSEMBAHAN.
Salah satu tugas yang dianggap oleh Yesus sebagai misi-Nya yang dipimpin oleh Roh ialah "menyampaikan kabar baik kepada orang miskin" (Luk 4:18; bd. Yes 61:1). Dengan kata lain, Injil Kristus dapat ditegaskan sebagai Injil kepada orang miskin (Mat 5:3; 11:5; Luk 7:22; Yak 2:5).
lihat cat. --> Yoh 14:3).
[atau --> Yoh 14:3]
(lih. art.PEMELIHARAAN ORANG MISKIN DAN MELARAT).
(lihat cat. --> Wahy 2:9).
[atau --> Wahy 2:9]
Artikel yang terkait dengan
Menko PMK Rilis Angka Penurunan Kemiskinan dan Kemiskinan Ekstrem Semester I Tahun 2024
KEMENKO PMK -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy merilis pembaruan capaian angka penurunan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia untuk periode semester I tahun 2024. Kegiatan ini dilakukan di Ruang Heritage Kantor Kemenko PMK, pada Rabu (3/7/2024).
Angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, angka kemiskinan di Indonesia sebesar 9,03 persen. Angka ini telah mengalami penurunan sebesar 0,33 persen yang mana semula pada bulan Maret 2023 angka kemiskinan sebesar 9,36 persen. Angka kemiskinan 9,03 persen ini merupakan angka terendah dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
Sejalan dengan angka kemiskinan, kondisi kemiskinan ekstrem di Indonesia juga terus mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin ekstrem Indonesia pada Maret 2024 sebesar 0,83 persen, berhasil turun 0,29 persen poin terhadap Maret 2023 sebesar 1,12 persen.
Menko PMK Muhadjir Effendy menjelaskan, capaian ini merupakan bukti komitmen pemerintah dalam upaya menurunkan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem. Dia menyampaikan, pihaknya terus berupaya mengejar supaya target penurunan bisa mendekati target, yang ditentukan oleh Presiden RI Joko Widodo, yaitu untuk penurunan angka kemiskinan 7,5 persen, dan angka kemiskinan ekstrem di bawah 0 persen di tahun 2024.
Muhadjir menuturkan bahwa sisa waktu dalam mengejar target tahun 2024 adalah 5 (lima) bulan. Karenanya dia menegaskan, upaya-upaya dan intervensi akan terus diperkuat dan dipercepat oleh pemerintah.
"Kita upayakan dalam lima bulan ke depan untuk semua intervensi yang sudah ada kita optimalkan. Intervensinya dari tiga strategi, yaitu menekan angka pengeluaran keluarga miskin, menaikkan pendapatan melalui program pemberdayaan, dan kita juga mengoptimalkan penanganan kantong kemiskinan," jelasnya.
Pemerintah telah melakukan 3 strategi utama, yaitu: Penurunan beban pengeluaran; Peningkatan Pendapatan dan; Pengurangan kantong-kantong kemiskinan yang berjalan secara konvergen dan terintegrasi. Hal ini dilakukan sebagai wujud nyata untuk melindungi kelompok-kelompok rentan agar tidak jatuh ke jurang kemiskinan dan mendapatkan akses kebutuhan dasar yang setara.
Selain itu, strategi pentahelix melalui kolaborasi dan sinergi antara Pemerintah Pusat, Daerah, Akademisi, Organisasi Masyarakat, dan Media Massa, diharapkan dapat memperkuat upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dan menurunkan angka kemiskinan.
Lebih lanjut, Menko Muhadjir menyampaikan selain peran dari pemerintah pusat, pemerintah daerah juga memiliki andil yang nyata dalam upaya menurunkan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.
"Semuanya sangat tergantung pada kemauan baik dan kesungguhan pemerintah daerah setempat. Karena urusan kemiskinan ini adalah urusan pemerintah konkuren. Tanggung jawab dan wewenang itu berbagi antara pusat dan daerah," ungkapnya.
Menko PMK menjelaskan, pemerintah pusat tidak bisa langsung melakukan intervensi tanpa andil pemerintah daerah, baik di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota. Menurutnya, bila pihak daerah memiliki kemampuan fiskal dan anggaran yang baik, maka bisa melakukan inisiatif untuk melakukan langkah-langkah intervensi kemiskinan tanpa menunggu arahan pemerintah pusat.
Sebaliknya, bila daerah-daerah yang tidak memiliki kemampuan fiskal yang kiat dan anggaran yang tidak memadai, maka pemerintah pusat akan memperkuat intervensi untuk mempercepat penanganan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.
"Dalam lima bulan ini saya akan meminta deputi yang menangani untuk memastikan daerah mana yang angka kemiskinan dan kemiskinan ekstremnya tinggi dan butuh intervensi pemerintah pusat. Dan tentu saja tetap melibatkan pemerintah daerah," jelasnya.
Muhadjir menerangkan, untuk penanganan kemiskinan ekstrem semakin kecil angkanya maka semakin sulit untuk ditangani. Hal itu menurutnya seperti kerak nasi yang membutuhkan upaya lebih keras dalam menghapusnya. Karenanya, dia menjelaskan, untuk mengatasi kemiskinan ekstrem sampai 0 persen perlu upaya dan modal yang lebih besar, termasuk juga memperluas cakupan intervensi.
"Karena itu, kita Kemenko PMK juga akan mengoptimalkan menurunkan pengeluaran yaitu untuk anggota keluarga miskin lansia dan difabel, serta mereka yang mengalami sakit permanen. Itu harus mendapatkan intervensi untuk pengeluaran atau bansos secara permanen. Ini nanti kita akan rapihkan dan dimasukkan dalam data P3KE," jelasnya.
Meskipun masih perlu kerja keras, Muhadjir mengaku optimis angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia bisa mendekati target yang dicanangkan Presiden RI Joko Widodo.
"Memang targetnya untuk kemiskinan 7,5 persen, dan posisi kita 9,03 persen. Kita berharap kalau penurunan konsisten 2,33 persen maka mestinya akhir tahun nanti sudah bisa di bawah 9 persen. Artinya di bawah 8,5. Untuk Kemiskinan Ekstrem Saya optimis akhir tahun 2024 walaupun tidak 0 bunder mestinya bisa di bawah 0,5 persen," ungkap Muhadjir. (*)
%PDF-1.5 %µµµµ 1 0 obj <>>> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/ExtGState<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/MediaBox[ 0 0 595.4 842] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>> endobj 4 0 obj <> stream xœ½ÛRÛHö�*þA�ÖT,ÔÝRKÚššªB)f!µa¸…(̳[üýö9}•Ô�ŒÝÞTËê˹ô¹÷ñÎûù¢ý~qµH~ÿ}çýbqqõãæ:ù¶³;[,f¿þÞ9{y¼Ù9¹¸m.íìaçôùr¯þœÍ7ó?þHv÷>$ÿÞÞʳþÕuE“<)›2+’º Éüf{ë_¿%Û[»gÛ[;’¤Jξoo1+OÄ·<«i™”$ËÅÇÙ/1çà´JnŸÄ–É-~«Õ·ƒío““÷é”°É—”Oö¾ÂsŽÏIJŠÉÉ~:-'ŸÓf"'‰�Ó”�‰]#Ÿìw\w€ÛàâÂw»Ú�øwröi{k_Pñ×öÖ“¦ÎxíRŒ„*ú¾‹³tJëÉר°)i2„}¢XÐe‘äÎQÊ /dÜÞ{Àv°êc<|ÅLB7"[š*Æ"@½ ¼vLódJøäøä0e•ÃÀžÌïù*õŽ½¶%ü‘F.ï èäÎâ£:5'ðÉóQ¢ºŸRfNfuf•f•9Ëš2þ¡Ð¤îÁ)3„3�§ÎÊ œDlZ$gW‚®$"e„g¤‡ %ªý:pé² ìÛ„GÄò¬ŒJNbu!€þ²*™‹=y“gè¨ á°ª2a¸òûov˜fÜ䚦©Í¤¿ÞJ0ë\—H)m¢,æ%ûÇ’dç|ÿñ‡Ã½$ßù|ñp›LÚëéá^úvï^$„v-k ¼*‹>Ö»)Ø%†ŸIZMWÅdFë¬ AîÁð�DçC‘ƒÓ¯Š2«ê¡ãM§\kp•°ã>ŸÀ�S³Nqõ5�6“cû�i\0�…Ðã�Í5–p†Œ¬‚ SØౕܵT‹çÊ#½µ‚DÔ Bê´ÂqÜ.T1h¦UÆWÆ Ž��paö@4Q„¿Ã+¸F ñüì‘”ô”TGÚŃZDŒž¿NT#‚(ëŒW«²•äV´W²øth‹x–&̇-7‚]WÚÎ?/¤U˜V´™Ø½N!p®yãäÒWœ8A_íkÎëÉUDäÿ‹£‘\k$Ž,@âŸ-®8¬ÏN±Ö¹õ…9L+Îgð¿\¡ ü�‹,/³ öç© •€iO(�Öpݼuä’½!¦bËÆTñ<´°ÜPÌõS»Ù,ˆÐ+‘aÑpÿA´”ÞÂ×®ÌëmeÂOpϪ….97J,Å&:ÔS^ Ö±`PiÓ�–aAï9b딯!4l‰ˆŠS=)D'˜élâ¾¼‹ð<\=¶·5Æ8o k8Œ�DF,b£ ïPÔ ÂÏ=^¤^>9Úý„óÚ‡¥Ž9;ܽմnârž®^T FF´ !6š{“ åÞE]flˆÏ‰Ë(Gš¥Á:1ë¹7¯D,0þ¸4ÐØ3í}‹ùN(7ç©B×xÊ ¦6AîELË/€úôU0 éRÁkì·é„“�“óÉHH…&Nn]:ìˆNæ*Ïz¶Âäl|]¥/8ü_³×;ñÀš¡')`*k±Å`3¢Ÿ4‚JMŽBåç÷¨‰`QPÖ=ˆÂùä XužŽ¡RD@¥¤x=ïE®Ö9Ö½ß�²¥Œa,•&”$f~^ë¤Bµ¶+ÀÝ›@ÛγR‰6LØ ½ä½|ûdý«P¢ÿ(�jå pø°^Æ##ŒáÃX#BE?_Ü"Ï=øRUìkð*ÚW,‘ƒwKh£aÞË•+\GxŒ0EÅô’éý.+\L„?.£Ê°Â-BPXáÁ …~.ݱ2°â”úÕ›NAw‰¢»«%áÖ�ï´c™yV=ô!/Uì*á©ÉSt�Ãn5�ª!Ã>‡<âI�*^hž;H©ÚR¼ØðéÔ¤lH›ŒÓÔØ~7·Äur;˜òEsWÛ$Pî#¼©–Žàlâ‡O?M8ÌœÐqŽU'±Â!_/s$âI@´öz¤t9WÏXðND ÃH�¦Û ¦òGmbaòOy[êØ{„1bV¢»ö3bô(b„0¬‚¾»õŽ¢jú‰Ë/)²0b°5GÏžRó�ºQ‘4V³¬P‡o+6‡r’�á%Jª8Ü"ùqå_3à 5N°² cû&hü¾ À%è�Ø7±"û&ü8É¡î€�AÂf1šåtŽýH²ú˜wú‘FšWpéž&OšÕõŠ'È6U%bŒ¢ÂôÏs�L“j¹l:îµ-å ôµ°|S¤ ÌÍ‚GåkÝf OœÑª…þLNoi ·ƒR˜/<Š]Æa¤ôqÇÉR%÷þ²3«šP§ÙhdÞ¿7ª·¾Lq¬½D^w½Ö¼{‰Þásqª–síÌ=‹ÍTÎhSûXî¹�W�C=×}gGl'N° µ ©oUO†²ÒV…îÞ«¢„_¹ºÑGðÑÜnl6yLk¿<[ëÚÆË'ީѱ«¼gÖöÀêCç_ŠY§@ÚG„ŠAè� â®þÛ¢h{?³ 0‡šÖª¶_LÝ„¹ ¼1Û_®e=„XÏ&´ç)¼ìgä̹84¯–8Ûá64Ì*“zY”„§n2±&À®Q�%ãiüâbUŠ ´ Ðo½DÐ LÐÒAÎö—¸4÷íÖj»xèçî©ÆÂÛA§QÁ»‰7Â@çnn3¹ïŠ“;ÞgCW3”�q»:}šªñH)Šjÿ Äñ7µœjÈs]"ޥ˵�ÀÜc¨Õ¹§xU�w0E1÷˜a`xŠëќㇷæÛ�±ýLXåR
Oleh: Dr. Mukhaer Pakkanna | Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta
“Banyaknya perempuan buruh di industri rokok atau buruh tembakau menandakan sejatinya perempuan buruh dan masyarakat miskin perokok justru memberikan sumbangsih sangat besar terhadap keuntungan superjumbo pemilik modal.”
Tanggal 31 Mei dikenal sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Gerakan ini diinisiasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 1987. Secara imperatif, WHO menyerukan agar para perokok berpuasa merokok (mengisap tembakau) selama 24 jam, serentak di seluruh dunia.
Bagi WHO, peringatan ini bertujuan menarik perhatian publik terkait kebiasaan merokok dan efek buruknya pada kesehatan. Mengonfirmasi WHO (2018), diestimasi, kebiasaan merokok setiap tahun memantik kematian sebanyak 7,2 juta jiwa. Indonesia adalah salah satu negara produsen tembakau dan ”surga” konsumen rokok terbesar yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), berupa kesepakatan global pengendalian tembakau di negara masing-masing. Padahal, fakta miris menyebutkan, kelompok anak-anak dan remaja cukup banyak terpapar rokok.
Menukil studi Sekolah Kajian Stratejik dan Global Pusat Kajian Jaminan Nasional Universitas Indonesia, ada 33,03 persen pemuda usia 18-24 tahun menjadi perokok aktif, disusul usia 39 tahun sebanyak 41,75 persen. Sementara perokok paling aktif berada pada usia 25- 38 tahun, yakni 44,75 persen.
Bahkan, data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018 menyebutkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun naik dari 7,2 persen (2013) menjadi 9,1 persen (2018). Padahal, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 menargetkan perokok anak harus turun menjadi 8,7 persen pada 2024.
Maka, jika pola dan kebiasaan ini diteruskan, hampir bisa dipastikan sepuluh tahun ke depan usia anak-anak dan remaja, persentase perokok aktifnya akan lebih dominan, dan tentu mengancam nasib bonus demografi. Kemiskinan
Terdapat fakta dalam pelbagai studi relasi rokok dan kemiskinan bahwa terjadi surplus ekonomi masyarakat kelas bawah bergeser menjadi surplus ekonomi pemilik modal (industri rokok).
Dalam pendekatan teori strukturalis, Andre Gunder Frank (1978) menyebut disarticulated socio-economic structure, di mana masyarakat miskin (perokok, buruh industri, dan buruh tembakau) berkontribusi signifikan mendongkrak surplus profitabilitas industri rokok besar. Ihwal ini tidak jauh berbeda dengan sistem cultuurstelsel (tanam paksa) zaman VOC di Hindia Belanda.
Justifikasi historis seperti itu telah mengonfirmasi fakta-fakta teranyar. Pertama, harga rokok di Indonesia termasuk salah satu negara termurah setelah Nigeria, Kazakhstan, Pakistan, Vietnam, Armenia, Paraguay, dan Ghana (2021). Sementara komposisi perokok di dunia, 80 persen adalah negara-negara miskin dan berkembang. Di antara negara-negara tersebut, Indonesia dan Timor Leste meraih predikat pertama atau baby smoker countries untuk jumlah pria perokok di atas 15 tahun.
Merujuk data The Tobaco Atlas (2018), 66 persen pria di Indonesia adalah perokok. Artinya, dua dari tiga pria usia di atas 15 tahun adalah perokok.Sementara perokok paling aktif berada pada usia 25- 38 tahun, yakni 44,75 persen.
Kedua, merujuk hasil riset Lembaga Studi Demografi UI, banyak rumah tangga termiskin atau berpenghasilan rendah di Indonesia terperangkap konsumsi rokok; sebanyak tujuh dari sepuluh rumah tangga (hampir 70 persen) memiliki pengeluaran membeli rokok. Sementara enam dari sepuluh rumah tangga termiskin (57 persen) memiliki pengeluaran membeli rokok.
Ketiga, hasil Survei Sosial Ekonomi BPS (2021) merujuk data alokasi belanja rokok yang dikeluarkan masyarakat telah melampaui besaran belanja beras. Rokok masih menjadi konsumsi utama masyarakat Indonesia. Rata-rata pengeluaran rokok dan tembakau sebesar Rp 76.583 per kapita per bulan pada Maret 2021. Konsumsi rokok tersebut terkerek 4,3 persen dari Rp 73.442 per kapita per bulan pada Maret 2020.Selain itu, pengeluaran rokok merupakan yang kedua tertinggi di antara kelompok pengeluaran lainnya.
Keempat, data kemiskinan BPS (September 2022) mengungkapkan kontribusi rokok kretek filter terhadap garis kemiskinan di kota sebesar 11,10 persen per September 2022. Sementara itu, di desa, sumbangannya 10,48 persen.
Data ini berbicara, orang dikategorikan miskin banyak yang mengonsumsi rokok. Namun, bukan berarti orang kaya tak merokok. Bagi mereka, share pengeluaran rokok ini sangat kecil dibandingkan pengeluaran barang mewah lain karena kurvanya inelastic demand. Kontras fakta miris itu, kinerja tiga pemain besar industri rokok di Tanah Air, yakni PT Sampoerna Tbk, PT Gudang Garam Tbk, dan PT Djarum, terdongkrak signifikan. PT HM Sampoerna Tbk, misalnya, dalam laporan keuangan 2022 menorehkan laba kotor Rp 17,16 triliun dan penjualan bersih Rp 111,21 triliun atau naik 12,48 persen. Sejak dibeli Philip Morris International pada 2005, Sampoerna Tbk menunjukkan rerata pertumbuhan laba bersih per tahun hingga 13 persen.
Demikian juga PT Gudang Garam Tbk membukukan laba bersih Rp 2,77 triliun (2022) dari tahun sebelumnya sebesar Rp 5,60 triliun. Selanjutnya, PT Djarum, melalui anak-anak perusahaannya, makin agresif menjadi pemain di pelbagai sektor bisnis, seperti e-commerce, properti, media, hingga sektor perkebunan/pertanian. Dalam proses produksi tembakau dan rokok, kontribusi perempuan memainkan peran penting.
Dalam proses produksi tembakau dan rokok, kontribusi perempuan memainkan peran penting. Meminjam riset Bank Dunia (2018), sebaran wilayah dalam hal penyediaan lapangan kerja di pabrikan tembakau 94 persen terkonsentrasi di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Lebih spesifik, terdapat beberapa daerah yang mayoritas menggantungkan serapan tenaga kerja di industri hasil tembakau (IHT) seperti Kudus (30 persen), Temanggung (27,6 persen), dan Kediri (26 persen). Mayoritas pekerja yang ada di IHT ini, perempuan berusia muda, terutama untuk produksi rokok sigaret kretek tangan (SKT).
Menukil riset Ratna Saptari (2020) dengan mengambil kasus perempuan buruh pabrik rokok HM Sampoerna (Surabaya dan Jombang), ditemukan pabrik rokok lebih banyak mempekerjakan perempuan daripada laki-laki. Alasannya, pekerja laki-laki banyak terlibat di serikat buruh dan kerap melakukan aksi mogok kerja sehingga dianggap dapat menghambat proses produksi.
Dalam industri ini, para buruh dituntut mengikuti suatu standar kerja yang mengharuskan mereka untuk memproduksi rokok sesuai target. Bahkan, rerata perempuan buruh bekerja 12 jam dengan rincian tujuh jam bekerja di sektor publik sebagai buruh pabrik dan lima jam bekerja di sektor domestik, sehingga jam kerja perempuan jauh lebih banyak daripada laki-laki.
Bahkan, merujuk laporan Kebijakan Penelitian Bank Dunia (2015), pada umumnya di beberapa negara berkembang, jam kerja per hari perempuan lebih lama satu jam atau lebih daripada laki-laki. Kondisi ini juga terjadi di Indonesia, para perempuan buruh pabrik rokok bekerja 12 jam per hari dan suaminya bekerja 10 jam per hari.
Padahal, Konvensi ILO Nomor 100 menunjukkan, upah yang dimaksud tidak hanya upah pokok, tetapi juga tunjangan untuk kesejahteraan lain yang diberikan perusahaan kepada perempuan pekerja. Dalam praktiknya, tunjangan perempuan buruh yang sejatinya memperoleh tunjangan kesejahteraan ditiadakan, seperti tidak mendapatkan tunjangan kesejahteraan bagi suami dan anaknya.
Dalam perspektif jender, pemberian upah yang rendah bagi perempuan pekerja disebabkan perempuan diposisikan sebagai pekerja yang bersedia diberi upah rendah. Mereka dianggap bukan penghasil utama dan hanya merupakan pencari nafkah kedua (komplementer). Selain itu, ada anggapan, perempuan buruh mudah diatur dan rendah daya resistansinya (Uli, 2005). Kondisi diskriminasi perempuan sebagai buruh industri rokok dan tembakau makin menjustifikasi bahwa perempuan di ranah publik (industri) masih menjadi obyek eksploitatif dari rezim pemilik modal besar.
Padahal perempuan, terutama ibu rumah tangga berkeluarga, dibebani tiga fungsi simultan (triple burden of women), yakni harus melakukan fungsi reproduksi, produksi, dan fungsi sosial di masyarakat (Sadli et al, 2008).
Secara nasional, merujuk data resmi Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas, Agustus 2019), kondisi perempuan sebagai pekerja keluarga merupakan gambaran dari keadaan riil ketenagakerjaan di Indonesia.
Kaum perempuan berumur 15 tahun ke atas umumnya memiliki kegiatan mengurus rumah tangga (36,43 persen), dan membantu menambah penghasilan dengan ikut bekerja membantu kepala rumah tangga sebagai ”pekerja keluarga”. Dalam Profil Perempuan Indonesia (2019), persentase perempuan berstatus pekerja keluarga 33,30 persen, sedangkan lelaki cukup kecil, 7,70 persen. Kaum perempuan identik dengan kemiskinan. Banyaknya perempuan buruh di industri rokok atau buruh tembakau menandakan sejatinya perempuan buruh dan masyarakat miskin perokok justru memberikan sumbangsih sangat besar terhadap keuntungan superjumbo yang diperoleh pemilik modal raksasa industri rokok.
Ketidakadilan seperti itu harus diakhiri, dengan cara menaikkan harga rokok, meningkatkan literasi pengendalian tembakau dan rokok, buat ekosistem hidup sehat tanpa asap rokok, serta kemauan politik dan konsistensi pemerintah untuk menyelamatkan bonus demografi kita.
Tulisan ini diterbitkan Kompas.id pada 3 Juni 2023 (https://www.kompas.id/baca/opini/2023/06/02/rokok-kemiskinan-dan-perempuan)
Seperti telah saya tulis kemarin, bahwa menjadi miskin tentu bukan keinginan manusia. Kemiskinan selalu saja terkait dengan problem yang terjadi ketika kemiskinan tersebut terjadi. Kemiskinan tentu saja juga bukan pilihan. Manusia dengan kemampuan rasionalitasnya tentu juga tidak ingin menjadi miskin. Kemiskinan semata-mata merupakan bagian dari kehidupan manusia yang memang harus terjadi. Meskipun sekali lagi, kemiskinan tersebut bukan kemauan dan bukan pula keinginan pelakunya.
Tentang keberadaan orang miskin, memang menjadi bagian dari sunnatullah. Di dunia ini memang ada orang yang menempati status sosial ekonomi rendah karena berbagai penyebabnya. Adanya dalil tentang zakat, infaq dan shadaqah yang harus diberikan kepada orang-orang miskin, kiranya bisa menjadi penanda bahwa kemiskinan memang bukan sesuatu yang ahistoris. Sepanjang sejarah kehidupan manusia tentu ada penggolongan sosial yang disebut miskin dan kaya. Mungkin terkecuali ketika manusia belum memasuki ”kawasan” komunitas atau masyarakat. Ketika manusia masih berkelompok sebagai pemburu maka situasi miskin dan kaya seperti sekarang mungkin belum ada.
Memang Tuhan telah menentukan tentang umur dan rizki. Saya hanya akan membahas selintas tentang kaitan antara takdir dan rizki. Hal ini perlu dibahas, sebab jangan sampai ada pemikiran bahwa seseorang menjadi miskin karena takdir. Memang sudah ditakdirkan menjadi miskin. Takdir atau bahasa kesehariannya disebut sebagai ketentuan Tuhan tentu saja bisa diketahui setelah berbagai macam upaya dilakukan dan ternyata hasilnya seperti itu. Takdir terkait dengan hasil usaha yang sudah diketahui. Takdir tentang rizki memang menjadi ”kewenangan” Allah untuk menentukannya. Besaran rizki adalah ”wewenang” Allah untuk menentukannya. Namun demikian, untuk mencapai besaran rizki, maka seseorang harus melakukan upaya untuk mencapainya.
Jadi, ada relasi antara usaha atau ikhtiyar dengan perolehan rizki seseorang. Seseorang yang berpangku tangan atau menganggur tentu tidak akan memperoleh apapun kecuali belas kasihan orang. Bahkan juga sangat mungkin, dia tidak memperoleh apapun karena ketiadaan usaha tersebut. Itulah sebabnya Allah menganjurkan agar seseorang berusaha sekeras-kerasnya agar memperoleh dunianya. Bukankah terdapat hadist Nabi yang sangat populer bahwa ”bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya.” Manusia harus berusaha untuk menghadapi kehidupan dunianya.
Untuk berusaha, maka dibutuhkan tiga hal utama, yaitu: kemampuan akal, kemampuan fisik dan struktur sosial yang mendukung akses ”keduniawian” tersebut. Melalui kemampuan akal, kecerdasan, pendidikan, keahlian atau profesionalitas, yang didukung oleh kesehatan fisik yang memadai serta didukung oleh struktur sosial yang memberi peluang untuk berusaha, maka dimungkinkan bahwa seseorang akan mampu berkembang dalam mengakses kehidupan duniawi.
Untuk memahami tentang pentingnya struktur yang memberi peluang bagi pengentasan kemiskinan adalah apa yang dilakukan oleh Muhammad Yunus dengan Grameen Bank-nya. Dukungan struktur yang baik terhadap kemungkinan akses ekonomi, ternyata bisa menjadi jalan keluar dari masalah kemiskinan. Dengan pemberian modal yang sesuai dengan kebutuhan mereka, maka mereka bisa mengakses perekonomian yang selama ini tertutup.
Nah jika demikian halnya, maka menjadi miskin bukan semata-mata takdir Tuhan yang bersangkutan untuk menjadi miskin, akan tetapi karena faktor duniawi yang memang mengharuskannya menjadi miskin. Seseorang yang tanpa pendidikan, keahlian, profesionalitas tentu akan memiliki akses yang berbeda dengan yang memilikinya. Seseorang yang hanya berpangku tangan juga tidak akan memperoleh apapun ketika yang bersangkutan berharap. Maka harapan, usaha dan kepastian ukuran hasilnya adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dengan demikian, ketika memaknai takdir kemiskinan, maka harus juga diperhatikan faktor-faktor pendukung terhadap keberlangsungan kemiskinan tersebut. Dengan penjelasan ini, kita tentu juga masih bisa bertanya apakah kemiskinan itu takdir Tuhan.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Pada umumnya orang mengira bahwa kemiskinan dan penderitaan itu sebatas menyangkut harta kekayaan. Orang yang tidak memiliki harta disebut sebagai orang miskin dan kemudian hidupnya dianggap menjadi menderita. Padahal penderitaan tidak saja dirasakan oleh orang miskin tetapi juga oleh siapa saja, termasuk orang yang memiliki kekayaan melimpah. Banyak orang mengira bahwa orang kaya selalu bergembira dan bahagia, padahal bisa jadi justru sebaliknya, yaitu dengan kekayaannya, yang bersangkutan hatinya sehari-hari menjadi gelisah dan menderita disebabkan oleh kekayaannya tu.
Penderitaan itu letaknya di batin, atau di dalam hati setiap orang. Oleh karena tidak kelihatan, yakni letaknya di dalam hati, maka tidak semua orang tahu bahwa seseorang sedang menderita. Orang biasanya hanya mampu melihat aspek lahir atau yang tampak, sehingga hanya mengira-ira saja. Dikiranya, oleh karena tampak memiliki banyak harta, atau banyak uang, maka selalu bergembira. Anggapan itu ternyata tidak selalu benar.
Ada kalanya orang kaya, dan bahkan pejabat tinggi sekalipun juga merasakan kegalauan dan sedih. Hatinya menderita oleh karena tekanan pekerjaan yang sedemikkian berat, yakni apa yang dilakukan dirasakan tidak bisa memuaskan banyak orang, banyak kritik, cemoohan, dan lain-lain. Orang yang mengalami keadaan seperti itu akan lebih menderita oleh karena perasaannya itu tidak diketahui oleh orang lain. Keadaan itu persis orang yang sedang sakit gigi. Rasa sakitnya bukan main, tetapi orang lain tidak mengetahuinya.
Sebaliknya adalah orang miskin harta. Mereka tidak memiliki apa-apa yang dianggap berharga. Rumah seadanya, uang kadang ada dan kadang tidak ada. Sehari-hari hanya mencukupkan apa yang ada. Pakaian tidak berganti-ganti oleh karena tidak memiliki baju untuk berganti. Namun anehnya, kekurangannya itu tidak dianggap sebagai beban. Mereka masih bisa tertawa dan tidur nyenyak. Bersenda gurau dengan temannya sesama miskin harta menjadi hal biasa. Keadaannya itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang menjadikan dirinya menderita. Miskin harta tetapi tidak sekaligus miskin jiwa atau hati.
Keadaan miskin harta tersebut tidak perlu dijadikan cita-cita, tetapi harus berusaha dihindari. Sebaliknya, orang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan bahkan jika mungkin bisa membantu orang lain. Akan tetapi, sebagaimana disinggung di muka, jangan mengira bahwa dengan harta itu seseorang pasti mendapatkan kebahagiaan. Di tengah harta yang melimpah dan atau jabatan yang tinggi itu sebenarnya masih sangat mungkin, seseorang mengalami kegalauan dan penderitaan batin. Oleh karena itu, banyak kita saksikan orang sakit stoke, darah tinggi, jantung, dan sejenisnya justru diderita oleh orang kaya.
Orang miskin harta memang tampak menderita, tetapi sebenarnya yang justru lebih berbahaya lagi adalah orang yang sedang mengalami miskin batin dan atau miskin hati. Mereka itu tidak akan merasakan nikmat dalam menjalani kehidupan. Apa saja yang ada di hadapannya dianggap sebagai sesuatu yang berat, membebani, dan mengancam. Mereka tidak mampu memaknai hidupnya, serhingga tidak tahu harus berbuat apa terhadap dirinya sendiri dan apalagi terhadap orang lain. Orang seperti ini, tidak akan memberi manfaat bagi orang lain, dan bahkan sebaliknya, akan mengganggu.
Mendasarkan pada keadaan tersebut, maka ada ulama yang memaknai kata miskin dan yatim dalam Surat al Ma'un, bukan terkait harta melainkan justru pada hati. Kemiskinan harta dan keadaan yatim tidak lebih besar bahayanya dibanding orang yang mengalami miskin petunjuk dari Allah, miskin pendidikan hati, dan miskin hati atau jiwa. Orang yang miskin harta dan juga yatim tidak terlalu membahayakan bagi hidupnya dan juga bagi orang lain. Sebaliknya bagi orang yang menderita miskin hati, petunjuk, dan jiwa, maka tidak saja membahayakan terhadap dirinya dan oranbg lain di dunia tetapi juga akan celaka di akherat kelak. Bahkan orang yang shalat sekalipun, tetapi lalai akan shalatnya, yaitu belum mampu menjaga hatinya, mereka akan dimasukkan ke neraka. Sebaliknya, terhadap orang miskin harta kekayaan dan bahkan juga yatim tidak ada ancaman, apalagi seberat itu. Wallahu a'lam
Tingkat kemiskinan ekstrem turun signifikan. Targetnya, kemiskinan bisa dihapuskan secara total. Program makan gratis bergizi jadi upaya khusus atasi kemiskinan.
Nol persen. Demikianlah target kemiskinan ekstrem yang hendak dicapai pemerintah pada 2024. Instruksi Presiden (Inpres) nomor 4 tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem telah memberikan perintah khusus kepada seluruh jajaran kementerian/lembaga untuk memerangi kemiskinan ekstrem. Dengan mengemban prinsip pembangunan berkesinambungan, target kemiskinan ekstrem 0 persen tersebut diharapkan dapat segera terwujud oleh Kabinet Prabowo-Gibran.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai sekitar 25,22 juta orang, yang setara dengan 9,03 persen dari total populasi nasional pada kondisi Maret 2024. Angka ini menunjukkan penurunan sekitar 680.000 orang dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dan merupakan level terendah dalam dekade terakhir.
Garis kemiskinan nasional pada periode ini ditetapkan sebesar Rp582.932 per kapita per bulan, yang menjadi acuan untuk menentukan status kemiskinan seseorang. Di Indonesia, kemiskinan memiliki perbedaan signifikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Tercatat, 11,79 juta orang miskin berada di daerah pedesaan, sedangkan 7,09 juta orang di perkotaan. Sebagian besar penduduk miskin terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatra, dengan porsi masing-masing mencapai 52,49 persen dan 22,01 persen dari total penduduk miskin.
Saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia telah menurun secara signifikan, dari 6,18 persen pada 2014 menjadi hanya 0,83 persen pada Maret 2024. BPS menggolongkan rakyat miskin ekstrem adalah ketika pengeluaran seseorang di bawah Rp10.739 per hari atau hanya Rp322.170 per bulan. Untuk keluarga beranggota empat orang, batas ini adalah Rp1.288.680 per bulan.
Sebab itulah, jajaran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendukung penuh upaya yang telah dan akan dilaksanakan pemerintah untuk memberantas kemiskinan ekstrem.
Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma memberikan apresiasi pada visi Prabowo-Gibran yang berfokus pada pengentasan kemiskinan dengan target mencapai nol persen kemiskinan hingga 2030. “Saya selaku Ketua Komite III DPD RI tentu sangat mendukung rencana Presiden dalam pengentasan kemiskinan. Apalagi 3 wilayah yang masuk miskin ekstrem tersebut ada di Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua,” tuturnya seperti dilaporkan dpd.go.id, Kamis (24/10/2024).
Akibatnya, terjadi ketimpangan sosial yang makin lebar hingga kemiskinan ekstrem. “Saya berharap keadilan sosial benar-benar dapat dirasakan oleh semua terutama di wilayah Timur Indonesia,” katanya lagi.
Pihak DPD, lanjut Filep, berharap upaya kolaboratif dengan pemerintah, termasuk berbagai lapisan masyarakat dapat terjalin kompak, mengatasi kemiskinan ekstrem. Kolaborasi ini hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik lokal.
Pemerintah daerah (pemda) misalnya, diharapkan dapat mengidentifikasi masalah spesifik di wilayahnya, melibatkan masyarakat, serta memastikan program-program bantuan tepat sasaran dan berkelanjutan, sehingga hasilnya lebih efektif dan langsung dirasakan oleh masyarakat setempat.
Melalui kerja sama ini, lanjut Filep, keduanya berfokus pada solusi yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah-daerah yang paling terdampak, dengan tujuan mengurangi hingga menghilangkan jumlah masyarakat yang hidup dalam kondisi kemiskinan parah. Di mana, pengeluaran sehari-hari berada jauh di bawah standar layak.
Filep menyoroti pentingnya strategi yang tepat dalam mengatasi kemiskinan, yang ia pandang disebabkan oleh berbagai faktor kompleks. Ia berharap pemerintah dan DPD RI memiliki cara pandang yang selaras untuk menangani masalah ini secara efektif. “Kedua, harus ada sinergi antara fiskal dan moneter, sehingga ada transformasi ekonomi yang nyata dalam hal peningkatan daya beli, penciptaan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur yang urgen,” katanya.
Salah satu penyebab kemiskinan ekstrem, menurut Filep, adalah masalah pendidikan. “Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia menyebabkan produktivitas masyarakat rendah. Ini berdampak luas terhadap daya saing masyarakat. Karena itu, sepanjang kualitas pendidikan tidak diperbaiki, itu sama saja negara memelihara kemiskinan. Untuk itu, segenap stake holders wajib ambil bagian dalam memperbaiki institusi pendidikan,” kata senator asal Papua Barat itu.
Jumlah Penduduk Miskin Tahun ke Tahun
Usaha pemerintah dan masyarakat untuk terus mengentaskan kemiskinan makin menunjukan hasil positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase kemiskinan Indonesia semakin menurun.
Secara umum, pada periode September 2012–Maret 2023, tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentase, kecuali pada September 2013, Maret 2015, Maret 2020, September 2020, dan September 2022.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mencapai 25,90 juta orang. Dibandingkan September 2022, jumlah penduduk miskin menurun 0,46 juta orang. Sementara jika dibandingkan dengan Maret 2022, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 0,26 juta orang. Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 tercatat sebesar 9,36 persen, menurun 0,21 persen poin terhadap September 2022 dan menurun 0,18 persen poin terhadap Maret 2022.
Kemudian, persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54 persen, menurun 0,17 persen poin terhadap September 2021 dan menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021.
Sedangkan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang, menurun 0,34 juta orang terhadap September 2021 dan menurun 1,38 juta orang terhadap Maret 2021.
Jumlah penduduk miskin sebelum pandemi atau pada Maret 2019 sebanyak 25,14 juta orang atau 9,41%. Jumlah penduduk miskin meningkat memasuki tahun pertama pandemi dan mencapai puncaknya pada Maret 2021 sebanyak 27,54 juta orang atau 10,14% dari total penduduk.
Jika data ditarik dari pasca reformasi, pada rentang 1999-2004, pemerintah berhasil menurunkan kemiskinan sebesar 6,77%. Pada 2014-2019, penurunan kemiskinan sebesar 1,74%. Bahkan, penurunan angka kemiskinan di Indonesia disebut sebagai upaya progresif pemerintah di mata negara-negara dunia.
Yuk! Semangat Terus Berantas Kemiskinan Ya!
Program Khusus Rakyat Miskin
Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BPPK) Budiman Sudjatmiko mengatakan Presiden Prabowo Subianto akan melakukan upaya percepatan pengentasan kemiskinan melalui sejumlah program, termasuk makan bergizi gratis.
“Kebijakan Pak Prabowo dengan dibentuknya Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan ini dalam rangka anti-poverty mainstreaming atau poverty alleviation mainstreaming, pengarusutamaan pengentasan kemiskinan dari setiap program-program pemerintah," kata Budiman kepada awak pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Kondisi kemiskinan ekstrem yang terjadi saat ini memang membutuhkan penanganan ekstra, misalnya dengan pendekatan dan program khusus. Itu pun harus disesuaikan dengan wilayah dan kebutuhan lokal.
Program ini menyesuaikan intervensi berdasarkan kondisi sosial-ekonomi di tiap daerah, seperti pelatihan keterampilan kerja, bantuan pendidikan, dan akses layanan kesehatan. Tujuan utamanya adalah memastikan setiap program dapat berdampak langsung dan efektif bagi masyarakat yang paling membutuhkan.
Tak hanya itu, Budiman mengatakan pihaknya juga akan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Pihaknya akan mengadakan pembahasan dengan, misalnya, Permodalan Nasional Madani (PNM) agar memberikan kredit usaha rakyat (KUR) pada warga miskin untuk memasok bahan program makan bergizi gratis. "Tujuannya agar orang miskin bisa membuat kandang untuk suplai daging ayam dan telur, sehingga BGN (Badan Gizi Nasional) bisa terima pasokan itu," kata Budiman.
Presiden Prabowo, lanjut Budiman, dengan tegas meminta agar kemiskinan tidak hanya ditangani, tetapi dihapuskan secara total. “Jadi, pengentasan kemiskinan bukan sekadar menyembuhkan gejala atau symptom, melainkan tindakan menyeluruh untuk mengentaskan masalah ini,” katanya.
Program kerja BPPK, menurut Budiman, akan lebih menekankan pada pemberdayaan daripada sekadar pemberian bantuan sosial. Tidak hanya memberikan uang tunai, tetapi lebih fokus pada pemberdayaan. Ini mencakup pembangunan yang inklusif, mulai dari sektor industri hingga kebijakan investasi. “Misalnya, program beras untuk keluarga miskin (raskin), yang kini bukan hanya sekadar memberikan beras kepada orang miskin, tetapi juga beras yang diproduksi oleh mantan orang miskin. Ini adalah pendekatan yang kami terapkan,” tutur Budiman.
Bantuan sosial (bansos), kata Budiman, akan tetap ada sebagai bagian dari janji kampanye Prabowo dan Gibran. Ia juga menambahkan, bantuan tersebut akan dilanjutkan dan akan ditambah dengan kartu untuk lansia. "Intinya, tugas kami adalah menyinkronkan, mempercepat, mengakselerasi, dan mengakurasikan data agar lebih cepat dan tepat. Presiden Prabowo mendorong pembentukan ekosistem kewirausahaan sosial, termasuk pelatihan teknologi, up skilling, dan reskilling,” katanya.
Oleh sebab itu, dalam 100 hari kerja ke depan, Budiman menyatakan pihaknya akan mulai berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk mengumpulkan data terbaru mengenai kemiskinan di Indonesia.